KATA
PENGANTAR
Alhamdulillah, tiada kata yang paling indah diucapkan kecuali puji dan syukur
kehadirat Ilahi Rabby, karena atas limpahan rahmat dan taufik-Nya jualah
sehingga penyusun dapat merangkum tugas makalah ini walaupun dalam bentuk yang
sangat sederhana.
Selanjutnya shalawat dan taslim tak
lupa penyusun kirimkan atas junjungan kita, Nabi Muhammad SAW. Nabi yang telah
membebaskan umatnya dari belenggu kejahilan menuju ketingkat intelektual.
Dalam penyusunan makalah ini, banyak
hambatan dan kesulitan yang ditemui oleh penulis, sejak tahap penyelesaian,
namun berkat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak sehingga tugas ini dapat
terselesaikan sesuai dangan waktu yang ditemukan. Karena itu, sepatutnya jika
pada kesempatan ini penyusun menghaturkan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuanya.
Akhirnya, penulis berharap semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan dapat dijadikan sebagai referensi
untuk pembuatan makalah selanjutnya. Kritik dan saran penyusun harapkan dari
pembaca demi perbaikan makalah dimasa yang akan datang.
Ciamis, Desember 2018
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................ 1
a.
Latar Belakang................................................................................................. 1
b.
Rumusan Masalah............................................................................................ 1
c.
Tujuan Penulisan.............................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................. 2
a.
Biografi Imam Hambali................................................................................... 2
1.
Awal Mula Menuntut Ilmu........................................................................ 3
2.
Keadaan Fisik Imam Hambali................................................................... 3
3.
Kecerdasan Imam Hambali........................................................................ 3
4.
Pujian ‘Ulama Terhadap Imam Hambali................................................... 4
5.
Kezuhudan Imam Hambali........................................................................ 4
6.
Wara’ dan Menjaga Diri............................................................................ 4
7.
Tawadlu’ dengan Kebaikannya dan Kesabaran Dalam Mencari Ilmu...... 4
b.
Guru-Guru dan Murid-Murid Imam Hambali................................................. 5
c.
Sumber Hukum Madzham Imam Hambali...................................................... 6
1.
Al-Qur’an Dan Sunnah............................................................................... 6
2.
Fatwa Sahabat............................................................................................ 6
3.
Qiyas........................................................................................................... 7
4.
Istiskhab..................................................................................................... 7
5.
Syad Adz-Zara’i......................................................................................... 7
d.
Metode Ijtihad Imam Hambali......................................................................... 7
e.
Penulisan Madzhab Imam Hambali................................................................. 8
f.
Perkataan Imam Hambali............................................................................... 10
g.
Wafatnya Imam Hambali............................................................................... 10
h.
Karya Imam Hambali..................................................................................... 10
BAB III KESIMPULAN............................................................................................ 12
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................. 13
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Madzhab
fiqih besar yang menempati urutan keempat berdasarkan periodisasi kemunculannya
adalah Madzhab Hambali, yang didirikan oleh muhaddits besar Imam Ahmad bin
Muhammad bin Hanbal. Madzhab ini muncul di kota kelahiran pendirinya yaitu
Baghdad, pada akhir abad ketiga, yang bertepatan dengan masa pemerintahan
Daulah Bani Abbasiyah.
Dibandingkan dengan madzhab-madzhab fiqih lain,
perkembangan pengikut Madzhab Hambali bisa dibilang yang paling tersendat.
Menurut sejarawan muslim, hal ini disebabkan rata-rata ulama Madzhab Hambali
enggan duduk dalam pemerintahan. Seperti menjadi qadhi (hakim) atau mufti.
Karena menolak menjadi pejabat pemerintah, otomatis madzhabnya pun tidak pernah
menjadi madzhab resmi negara. Padahal dengan menjadi madzhab resmi
negara, bisa dipastikan suatu madzhab akan berkembang pesat diwilayah
kekuasaan pemerintah tersebut.
Madzhab Hambali terkenal sangat ketat dan teguh dalam
menggunakan dasar sunnah. Tak mengherankan dalam berbagai literatur, madzhab
ini juga sering disebut dengan nama fiqh assunnah. Oleh karenanya disini
penulis akan mengulas sedikit lebih jauh mengenai madzhab ini.
B.
Perumusan Masalah
1. Bagaimana biografi Imam
Hambali?
2. Apa sumber-sumber hukum madzhab Imam Hambali?
3. Bagaimana metode Ijtihad Imam Hambali
dalam Madzhabnya?
4. Bagaimana penulisan madzhab Imam Hambali?
C.
Tujuan Penulisan
1. Mengetahui Biografi Imam
Hambali
2. Mengetahui sumber – sumber
hukum Mazhab Imam Hambali
3. Mengetahui metode Ijtihad
Imam Hambali dalam Mazhabnya
4. Mengetahui penulisan Mazhab
Hambali
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Biografi Imam Hambali
Nama lengkap Imam Hambali adalah,
ابو عبد الله احمد بن محمد بن حنبل بن هلال بن اسد بن
ادريس ابن عبد الله بن حيان بن عبد الله بن انس بن عوف بن قاسط بن مازن ابن شيبان المروزى
البغدادى.- [1][1]
Dan beliau dilahirkan di Baghdad pada tahun 780-855 M,
beliau juga merupakan murid dari Imam Syafi’I [2][2]. Beliau dibesarkan oleh ibunya
lantaran sang ayah meninggal di masa mudanya, pada usia 16 tahun, keinginannya
yang besar membuatnya belajar Al Qur’an dan ilmu-ilmu agama lainya kepada
ulama-ulama yang ada di Baghdad, dan setiap kali mendengar ada ulama terkenal
di suatu tempat, beliau rela menempuh perjalanan jauh dan waktu yang cukup lama
untuk menimba ilmu dari sang ulama, beliau mengunjungi para ulama terkenal di
berbagai tempat, seperti Bashrah, Syam, Kufah, Yaman, Mekkah dan Madinah,
beberapa gurunya antara lain : Hammad bin Khalid, Ismail bin Aliyah, Muzaffar
bin Mudrik, Walin bin Muslim dan Musa bin Thariq. Kecintaanya terhadap ilmulah
yang membuat beliau tidak menikah di usia muda, namun beliau menikah pada di
usia 40 tahun.
Kepandaian Imam Hambali dalam ilmu hadis tak diragukan
lagi, menurut putra sulungnya Abdullah bin Ahmad bahwa Imam Hambali telah hafal
700.000 hadis di luar kepala. Hadis sebanyak itu kemudian diseleksinya secara
ketat dan ditulis kembali dalam kitabnya Al Musnad berjumlah 40.000 hadis
berdasarkan susunan nama-nama sahabat yang meriwayatkan. Dengan kemampuan dan
kepandaiannya, mengundang banyak tokoh ulama yang berguru kepadanya yang
melahirkan banyak ulama dan pewaris hadis terkenal semisal Imam Bukhari, Imam
Muslim dan Imam Abu Daud. [3][3]
1.
Awal Mula Menuntut Ilmu
Ilmu yang pertama kali dikuasai adalah Al Qur’an
hingga beliau hafal pada usia 15 tahun, beliau juga mahir baca-tulis dengan
sempurna hingga dikenal sebagai orang yang terindah tulisannya. Lalu beliau mulai konsentrasi
belajar ilmu hadits di awal umur 15 tahun itu pula. Beliau telah mempelajari
Hadits sejak kecil dan untuk mempelajari Hadits ini beliau pernah pindah atau
menjadi tokoh ulama yang bertakwa, saleh, dan zuhud. Abu Zur'ah mengatakan bahwa kitabnya yang sebanyak 12 buah sudah
beliau hafal di luar kepala. Belaiu menghafal sampai sejuta hadits. Imam Syafi'i mengatakan tetang diri Imam Ahmad sebagai berikut :
"Setelah
saya keluar dari Baghdad, tidak ada orang yang saya tinggalkan di sana yang
lebih terpuji, lebih shaleh dan yang lebih berilmu daripada Ahmad bin
Hambal"
Abdur Rozzaq
Bin Hammam yang juga salah seorang guru
beliau pernah berkata,"Saya tidak pernah melihat orang se-faqih dan
se-wara' Ahmad Bin Hanbal".
2.
Keadaan
fisik Imam Hambali
Muhammad
bin ‘Abbas An-Nahwi bercerita, Saya pernah melihat Imam Ahmad bin Hambal,
ternyata Badan beliau tidak terlalu tinggi juga tidak terlalu pendek, wajahnya
tampan, di jenggotnya masih ada yang hitam. Ia senang berpakaian tebal,
berwarna putih dan bersorban serta memakai kain. Yang lain mengatakan,
“Kulitnya berwarna coklat (sawo matang)”.
3.
Kecerdasan Imam Hambali
Putranya
yang bernama Shalih mengatakan, Ayahku pernah bercerita, “Husyaim meninggal
dunia saat saya berusia dua puluh tahun, kala itu saya telah hafal apa yang
kudengar darinya”. Abdullah, putranya yang lain mengatakan, Ayahku pernah
menyuruhku, “Ambillah kitab mushanaf Waki’ mana saja yang kamu kehendaki, lalu
tanyakanlah yang kamu mau tentang matan nanti kuberitahu sanadnya, atau
sebaliknya, kamu tanya tentang sanadnya nanti kuberitahu matannya”.
Abu
Zur’ah pernah ditanya, “Wahai Abu Zur’ah, siapakah yang lebih kuat hafalannya?
Anda atau Imam Ahmad bin Hambal?” Beliau menjawab, “Ahmad”. Ia masih ditanya,
“Bagaimana Anda tahu?” beliau menjawab, “Saya mendapati di bagian depan
kitabnya tidak tercantum nama-nama perawi, karena beliau hafal nama-nama perawi
tersebut, sedangkan saya tidak mampu melakukannya”. Abu Zur’ah mengatakan, “Imam
Ahmad bin Hambal hafal satu juta hadits”.
4.
Pujian
‘Ulama terhadap Imam Hambali
Abu
Ja’far mengatakan, “Ahmad bin Hambal manusia yang sangat pemalu, sangat mulia
dan sangat baik pergaulannya serta adabnya, banyak berfikir, tidak terdengar
darinya kecuali mudzakarah hadits dan menyebut orang-orang shalih dengan penuh
hormat dan tenang serta dengan ungkapan yang indah. Bila berjumpa dengan manusia,
maka ia sangat ceria dan menghadapkan wajahnya kepadanya. Ia sangat rendah hati
terhadap guru-gurunya serta menghormatinya”. Imam Asy-Syafi’i berkata, “Ahmad
bin Hambal imam dalam delapan hal, Imam dalam hadits, Imam dalam Fiqih, Imam
dalam bahasa, Imam dalam Al Qur’an, Imam dalam kefaqiran, Imam dalam kezuhudan,
Imam dalam wara’ dan Imam dalam Sunnah”. Ibrahim Al Harbi memujinya, “Saya
melihat Abu Abdillah Ahmad bin Hambal seolah Allah gabungkan padanya ilmu
orang-orang terdahulu dan orang-orang belakangan dari berbagai disiplin ilmu”.
5.
Kezuhudan Imam Hambali
Beliau memakai peci yang dijahit sendiri. Dan kadang
beliau keluar ke tempat kerja membawa kampak untuk bekerja dengan tangannya.
Kadang juga beliau pergi ke warung membeli seikat kayu bakar dan barang lainnya
lalu membawa dengan tangannya sendiri. Al Maimuni pernah berujar, “Rumah Abu
Abdillah Ahmad bin Hambal sempit dan kecil”.
6.
Wara’ dan menjaga diri
Abu Isma’il At-Tirmidzi mengatakan, “Datang seorang
lelaki membawa uang sebanyak sepuluh ribu (dirham) untuk beliau, namun beliau
menolaknya”. Ada juga yang mengatakan, “Ada seseorang memberikan lima ratus
dinar kepada Imam Ahmad namun beliau tidak mau menerimanya”. Juga pernah ada
yang memberi tiga ribu dinar, namun beliau juga tidak mau menerimanya.
7.
Tawadlu’ dengan kebaikannya
dan kesabaran dalam mencari ilmu
Yahya
bin Ma’in berkata, “Saya tidak pernah melihat orang yang seperti Imam Ahmad bin
Hambal, saya berteman dengannya selama lima puluh tahun dan tidak pernah
menjumpai dia membanggakan sedikitpun kebaikan yang ada padanya kepada kami”. Beliau (Imam Ahmad)
mengatakan, “Saya ingin bersembunyi di lembah Makkah hingga saya tidak dikenal,
saya diuji dengan popularitas”. Al Marrudzi berkata, “Saya belum pernah melihat
orang fakir di suatu majlis yang lebih mulia kecuali di majlis Imam Ahmad,
beliau perhatian terhadap orang fakir dan agak kurang perhatiannya terhadap
ahli dunia (orang kaya), beliau bijak dan tidak tergesa-gesa terhadap orang
fakir. Ia sangat rendah hati, begitu tinggi ketenangannya dan sangat memuka
kharismanya”. Beliau pernah bermuka masam karena ada seseorang yang memujinya
dengan mengatakan, “Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan atas jasamu kepada
Islam?” beliau mengatakan, “Jangan begitu tetapi katakanlah, semoga Allah
membalas kebaikan terhadap Islam atas jasanya kepadaku, siapa saya dan apa
(jasa) saya?!”
Tatkala beliau pulang dari tempat Abdurrazzaq yang
berada di Yaman, ada seseorang yang melihatnya di Makkah dalam keadaan sangat
ldtih dan capai. Lalu ia mengajak bicara, maka Imam Ahmad mengatakan, “Ini
lebih ringan dibandingkan faidah yang saya dapatkan dari Abdurrazzak”.
B.
Guru-Guru dan Murid-Murid Imam Hambali
Imam
Ahmad bin Hambal berguru kepada banyak ulama, jumlahnya lebih dari dua ratus
delapan puluh yang tersebar di berbagai negeri, seperti di Makkah, Kufah,
Bashrah, Baghdad, Yaman dan negeri lainnya. Di antara mereka adalah:
1.
Ismail
bin Ja’far
2.
Abbad bin
Abbad Al-Ataky
3.
Umari bin
Abdillah bin Khalid
4.
Hasyim bin Basyir bin Qasim bin
Dinar As-Sulami
5.
Imam
Syafi'i
6.
Waki’ bin
Jarrah
7.
Ismail
bin Ulayyah
8.
Sufyan
bin ‘Uyainah
9.
Abdurrazaq
10. Ibrahim bin Ma’qil
Dan murid-muridnya antara lain :
1.
Shalih
ibn Ahmad ibn Hambali
2.
Abdullah
Ibn Ahmad ibn Hambali
3.
Ahmad ibn
Muhammad ibn Hani Abu Bakar
4.
Abdul
Malik ibn Abd Al-Hamid
5.
Ahmad ibn
Muhammad ibn Al-Hajjaj
C.
Sumber
hukum Madzhab Hambali
Dalam pengambilan sumber hukum, Imam Hambali
menjadikan lima dasar sebagai berikut.
1.
Al
Qur’an dan Sunnah
Jika ia menemukan nash (maka Al-qur’an / As-Sunnah) ia
akan menggunakannya dalam berfatwa dan tidak menggunakan yang lain, tidak
mendahulukan pendapat sahabat daripada hadits shahih, atau amalan penduduk
madinah atau yang lainnya. Tidak pula logika, qiyas, atau ketidak tahuan akan
adanya nash yang menentangnya yaitu apa yang dinamakan ijma’.
2.
Fatwa Sahabat
Imam Ahmad bin Hambal
menjadikan fatwa sahabat sebagai standar hukum yang nomor 3 setelah Al-Qur’an
dan As-Sunnah, karena menurut Imam bin Hambal fatwa sahabat diambil dari hadits
sahih. Dalam hal ini ulama yang banyak mengeluarkan fatwa adalah “ Umar bin
khaatab, ‘Ali bin Abi Thalib, ‘Abdullah bin abi mas’ud, ‘Abdullah bin bin
Abbas, Zaid bin sabit sayidah ‘Aisyah (ummul mu’miniin)” serta sahabat yang
sedikit memberikan fatwa adalah Abu Bakar As-sidiq, ‘Usman bin ‘Affan mu’ad bin
Jabal al-anshari, Sa’ad bin abi Waqasy, Talkhah bin ‘Ubaidillah, Zubair binn
‘Awam, ‘Abdulah bin Umar bin al-‘as, dan Salman al-Farisi”.
Namun
diantara kesekian banyaknya sahabat yang paling banyak mengeluarkan fatwanya
adalah ‘Umar bin Khatab dan ‘Ali bin Abi Thalib, karena mereka bredua merupakan
hakim dari orang muslim pada waktu itu maka tidak heran bila banyak sekali
fatwa yang dikeluarkan oleh mereka [5][5]
3.
Qiyas
Jika
tidak ada nash dari Al Qur’an dan Sunnah, atau pendapat sahabat atau hadits
mursal atau hadits dhaif maka beliau baru mengambil qiyas, tapi dalam hal ini
Imam Hambali hanya mengambil qias yang berasal dari ulama terdahulu.
Selain itu juga beliau
menggunakan Hadits mursal dan hadits dhaif jika tidak ada dalil lain yang
menguatkannnya dan di dahulukan dari pada qiyas. Adapun hadits dhaif menurut
imam hambali bukanlah haits batil atau munkar, atau ada perawinya yang dituduh
dusta serta tida boleh diambil haditsnya. Namun yang beliau maksud kandungan
hadits dhaif adalah orang yang belum mencapai derajat tsiqqah, tetapi tidak
sampai dituduh berdusta dan jika memang demikian maka ia pun bagian dari hadits
yang shahih.
4.
Istiskhab
Maksudnya adalah melangsungkan
keberlakuan ketentuan hukum yang ada sehingga terdapat ketentuan dalil yang
mengubahnya. Istiskhab yang dimaksud baik berupa istiskhab ‘aqli (melangsungkan
keberlakuan hukum akal mengenai kebolehan atau bebas asal pada saat tidak
dijumpai dalil yang mengubahnya), maupun istiskhab syar’i (melangsungkan
keberlakuan hukum syara’ berdasarkan suatu dalil dan tidak ada dalil yang
mengubahnya)[6][6]
5.
Syad
adz-Zara’i
Maksudnya
adalah menghambat, menghalangi dan menyumbat segala hukum yang menuju kepada
kerusakn atau maksiat.Tujuan dari metode ini adalah untuk menarik kemaslahatan
dan menjauhi karusakan. Pada awalnya perbuatan yang dimaksud tidak memiliki
hukum, tapi apabila di biarkan akan menjerumuskan manusia perbuatan dosa,
seperti permainan yang lazimnya berujung pada perjudian[7][7]
D.
Metode Ijtihad Imam Hambali
Metode
yang dikembangkan oleh Ahmad bin Hambal adalah metode dialektika hal ini dapat
kita lihat cara beliau menjelaskan tentang suatu hukum, Fiqih Imam Ahmad
menjelaskan tentang syarat-syarat penegakan sanksi potong tangan. Dari sisi
pelaku pencurian, syarat-syarat yang meski dipenuhi adalah pencurinya sudah
mukallaf, dapat memilih, merdeka, dan budak pemilik, meskipun Syubhat. Sedangkan syarat dari segi
benda adalah benda yang dicurinya berupa harta dan sudah mencapai nishab.
Menurut Ahmad ibn Hambal, nishab harta curian yang pencurinya harus dikenai
sanksi potong tangan adalah ¼ dinar atau 3 Dirham.
Dalam
bidang pemerintahan Imam Ahmad berpendapat bahwa khalifah yang memimpin adalah
dari kalangan Quraisy sedangkan taat kepada khalifah adalah mutlak. Imam Ahmad berpendapat :
“Mendengarkan dan taat kepada para imam dan amirul mu’minin (adalah wajib),
baik ia seorang yang baik maupun Fajir”
Dalam bidang Mu’amalah, terutama tentang Khiyar
al-Majlis. Imam Ahmad berpendapat bahwa jual beli belum dianggap lazim (meskipun
telah terjadi ijab dan qabul) apabila penjual dan pembeli masih dalam satu
ruangan yang di tempat itu akad dilakukan. Apabila keduanya atau salah satunya
tidak di tempat itu lagi (berpisah) maka akad sudah lazim. Alasannya adalah
hadist riwayat Nafi’ dan ‘Abdullah ibn Umar r.a yang menyatakan bahwa nabi
Muhammad Saw bersabda :
“Setiap penjual dan pembeli mempunyai hak khiyar (pilih) selama keduanya
belum berpisah“
Selanjutnya,
tokoh yang membaharui dan melengkapi pemikiran Madzhab Hambali, terutama di
bidang Mu’amalah adalah Syeikh al-Islam Taqiyudin Ibnu Taimiyah (wafat 728 H)
dan Ibn Al-Qayim al-Jauziyyah (Wafat 751 H) murid ibnu Taimiyyah. Tadinya
pengikut Madzhab Hambali tidak begitu banyak, setelah dikembangkan oleh dua
tokoh tersebut maka madzhab Hambali menjadi semarak terlebih setelah
dikembangkan lagi oleh Muhammad bin Abdul Wahab (wafat 1206 H). dan kini
menjadi Madzhab resmi pemerintah Kerajaan Saudi Arabia.
E.
Penulisan Madzhab Imam Hambali
Imam Hambali tidak pernah
menuliskan madzhabnya, bahkan beliau tidak suka jika ada yang menulis pendapat
dan fatwanya. Kalaupun ada, paling hanya berupa catatan kecil khusus untuknya
yang memuat beberapa masalah fiqih dan tidak ditulis ulang oleh orang lain
karena ia berpendapat bahwa yang boleh ditulis hanyalah Al Qur’an dan sunnah
agar ia tetap menjadi referensi utama masyarakat untik mempelajari hukum
taklif.
Salah seorang muridnya yang
bernama Ishaq Al Kusaj pernah menulis pendapatnya kemudian menyebarkan di
Khurasan. Mengetahui hal tersebut, Imam Hambali menunjukkan ketidaksukaannya
dan berkata,”saksikan bahwa saya sudah menarik kembali pendapat saya.”
Oleh karena itu, kalangan yang
berjasa menuliskan madzhab Imam Hambali adalah murid-muridnya. Merekalah yang
mengumpulkan pendapat dan fatwa sang imam, lalu menyusunnya sesuai dengan
urutan bab fiqih. Adapun orang pertama yang menyebarkan madzhab imam hambali
adalah putranya yang bernama Shalih bin Ahmad bin Hanbal (wafat 290 H). Beliau
menyebarkan madzhab ayahnya dengan cara mengirimkan surat kepada orang yang
bertanya dengan jawaban yang pernah disampaikan oleh ayahnya, beliau pernah
menjabat sebagai hakim, menukil pendapat ayahnya dan diterapkan langsung.
Putra
Imam Hambali yang bernama Abdulloh bin Ahmad (wafat 266 H) juga melakukan hal
yang sama dengan mengumpulkan kitab Al musnad dan menyusunnya serta menukilkan
fiqih sang ayah, walaupun beliau lebih banyak meriwayatkan hadits. Beberapa murid imam hambali
yang bergiat menulis madzhab dan menyebarkannya antara lain: Abu bakar Al
Asyram, Abdul Malik Al Maimuni, Abu bakar Al Mawaruzi.
Di samping mereka, masih ada
lagi para fuqoha’ yang menjadi murid Imam Hambali. Mereka menulis dan
mengumpulkan pendapat sang imam kemudian membuat penjelasan. Salah satu di
antara mereka adalah Umar bin Ali bin Husain al Hazmi (wafat 234 H) yang
menulis kitab monumental, Mukhtashar Al Khiraqi yang lebih lanjut disyarahi
oleh ibnu qudamah menjadi kitab Al Mughni.
Setelah mereka
datanglah dua imam besar yang mengafilisasikan diri pada madzhab Imam Ahmad,
yaitu Ahmad Taqiyuddin Ibnu Taimiyah (wafat 728 H) dan Ibnu al Qoyyim al
Jauziyah (wafat 751 H). Keduanya dikenal sebagai orang yang menisbahkan diri
pada madzhab hambali, baik dalam dasar maupun kaidahnya[8][8]
Awal perkembangannya, mazhab Hambali berkembang di Bagdad, Irak dan Mesir
dalam waktu yang sangat lama. Pada abad XII mazhab Hambali berkembang terutama
pada masa pemerintahan Raja Abdul Aziz As Su’udi. Mazhab ini dianut kebanyakan
penduduk Hejaz, di pedalaman Oman dan beberapa tempat
sepanjang Teluk Persia dan di beberapa kota Asia Tengah. Dan masa sekarang ini menjadi mazhab resmi
pemerintahan Saudi Arabia dan mempunyai penganut terbesar di seluruh Jazirah
Arab, Palestina, Siria dan Irak.
F.
Perkataan Imam Hambali
Imam Ahmad adalah salah seorang Imam yang paling
banyak mengumpulkan sunnah dan paling berpegang teguh kepadanya. Sehingga dia
membenci penulisan buku-buku yang memuat cabang-cabang (furuq) dan pendapat.
Oleh kerana itu dia berkata:
1.
“Janganlah
engkau mengikuti aku dan jangan pula engkau mengikuti Malik, Syafi’i, Auza’i
dan Tsauri, tetapi ambillah dari mana mereka mengambil.” (Al-Fulani, 113 dan
Ibnul Qayyim di dalam Al-I’lam, 2/302)
2.
“Pendapat
Auza’i, pendapat Malik, dan pendapat Abu Hanifah semuanya adalah pendapat, dan
ia bagiku adalah sama, sedangkan alasan hanyalah terdapat di dalam atsar-atsar
(hadits-hadits. Red.)” (Ibnul Abdl Brr di dalam Al-Jami`, 2/149)
3.
“Barang
siapa yang menolak hadits Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wasallam, maka
sesungguhnya dia telah berada di tepi kehancuran.” (Ibnul Jauzi, 182).
Allah
berfirman: “Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga
mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian
mereka tidak merasa di dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap keputusan
yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya” (An-Nisa:65), dan firman-Nya: “Maka hendaklah
orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa
adzab yang pedih. ” (An-Nur:63).
G. Wafatnya Imam Hambali
Setelah sakit sembilan hari, beliau menghembuskan
napas terakhirnya di pagi hari Jum’at bertepatan dengan tanggal dua belas
Rabi’ul Awwal 241 H pada umur 77 tahun. Jenazah beliau dihadiri delapan ratus
ribu pelayat lelaki dan enam puluh ribu pelayat perempuan.
H. Karya Imam Hambali
Beliau
menulis kitab al-Musnad
al-Kabir yang termasuk sebesar-besarnya
kitab "Musnad" dan sebaik baik karangan beliau dan sebaik baik
penelitian Hadits.Ia tidak memasukkan dalam kitabnya selain yang dibutuhkan
sebagai hujjah. Kitab Musnad ini berisi lebih dari 25.000 hadits.
Di
antara karya Imam Ahmad adalah ensiklopedia hadits atau Musnad, disusun oleh
anaknya dari ceramah (kajian-kajian) - kumpulan lebih dari 40 ribu hadits juga
Kitab ash-Salat dan Kitab as-Sunnah. Adapun beberapa karangannya adalah :
1. Kitab Al Musnad, karya yang paling menakjubkan karena
kitab ini memuat lebih dari dua puluh tujuh ribu hadits.
2. Kitab at-Tafsir, namun Adz-Dzahabi mengatakan, “Kitab
ini hilang”.
3. Kitab an-Nasikh wa al-Mansukh
4. Kitab at-Tarikh
5. Kitab Hadits Syu'bah
6. Kitab al-Muqaddam wa al-Mu'akkhar fi al-Qur`an
7. Kitab Jawabah al-Qur`an
8. Kitab al-Manasik al-Kabir
9. Kitab al-Manasik as-Saghir
Menurut Imam Nadim, kitab
berikut ini juga merupakan tulisan Imam Ahmad bin Hanbal
1. Kitab al-'Ilal
2. Kitab al-Manasik
3. Kitab az-Zuhd
4. Kitab al-Iman
5. Kitab al-Masa'il
6. Kitab al-Asyribah
7.
Kitab
al-Fadha'il
8. Kitab Tha'ah ar-Rasul
9. Kitab al-Fara'idh
BAB III
KESIMPULAN
Madzhab fiqih besar yang menempati urutan keempat
berdasarkan periodisasi kemunculannya adalah Madzhab Hambali, yang didirikan
oleh muhaddits besar Imam Ahmad bin Muhammad bin Hanbal. Madzhab ini muncul di
kota kelahiran pendirinya. Baghdad, pada akhir abad ketiga dan awal abad kedua,
yang bertepatan dengan masa pemerintahan Daulah Bani Abbasiyah.
Sumber-sumber yang di ambil oleh imam anbali adalah
Al-Qur’an. As-sunnah, fatwa sahabat, qiyas, istiskhab, dan syad adz-dzara’i.
Metode yang
dikembangkan oleh ahmad bin hambal adalah metode Dialektika. Awal
perkembangannya, mazhab Hambali berkembang di Bagdad, Irak dan Mesir dalam
waktu yang sangat lama. Pada abad XII mazhab Hambali berkembang terutama pada
masa pemerintahan Raja Abdul Aziz As Su’udi. Mazhab ini dianut kebanyakan
penduduk Hejaz, di pedalaman Oman dan beberapa tempat sepanjang Teluk Persia dan di beberapa kota Asia Tengah. Dan masa sekarang ini menjadi
mazhab resmi pemerintahan Saudi Arabia dan mempunyai penganut terbesar di
seluruh Jazirah Arab, Palestina, Siria dan Irak.
Dibandingkan dengan madzhab-madzhab fiqih lain,
perkembangan pengikut Madzhab Hambali bisa dibilang yang paling tersendat.
Menurut sejarawan muslim, hal ini disebabkan rata-rata ulama Madzhab Hambali
enggan duduk dalam pemerintahan., seperti menjadi qadhi (hakim) atau mufti.
Karena menolak menjadi pejahat pemerintah, otomatis madzhabnya pun tidak pernah
menjadi madzhab resmi negara. Padahal dengan menjadi madzhab resmi
negara, bisa dipastikan suatu madzhab akan berkembang pesat diwilayah
kekuasaan pemerintah tersebut.
Madzhab Hambali
terkenal sangat ketat dan teguh dalam menggunakan dasar sunnah. Tak
mengherankan dalam berbagai literatur, madzhab ini juga sering disebut dengan
nama fiqh assunnah
Daftar Pustaka
·
Manaqib Imam Ahmad bin Hanbal,
oleh Ibnul Jawzy, diteliti oleh Dr.'Abdullah Bin 'Abdul Muhsin At Turky, Rektor
Universitas Muhammad Bin Su'ud Al Islamiyyah di Arab Saudi
·
Rasyad
Hasan Khalil. Sejarah Legislasi Hukum Islam. (Jakarta: AMZAH, 2009)
·
Dr.
Syarbasyi akhmad, al-aimatul al- arba’ah jz 1, al-azhar, darr al-jaill, Bairut
·
Dr.
Musthofa as-saq’ah, imam akhmad bin hambal, jz 4 th 1998 , dar al-kitab, Bairut
·
Forum
pengembangan intelektual Islam, Sejarah Tasyri’ al- Islam (FPII), Lirboyo, 2006
·
Mijib,
‘Abdullah M.Ag. , Kawasan dan Wawasan Study Islam, cet-2, thn 2007
(dikutip pada tanggal
9-10-2015)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar