BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkawinan
merupakan salah satu peristiwa yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat,
sebab perkawinan itu tidak hanya menyangkut wanita dan pria bakal mempelai
saja, tetapi juga orang tua kedua
belah pihak, saudara-saudaranya, bahkan keluarga-keluarga mereka masing-
masing.[1]
Perkawinan mempunyai hubungan yang erat
sekali dengan agama atau rohani, sehingga perkawinan bukan
saja mempunyai unsur lahir atau jasmani, tetapi unsur bathin atau rokhani juga
mempunyai peranan yang penting dalam
membentuk keluarga yang bahagia.[2]
Islam
menginginkan pasangan suami isteri yang telah membina suatu rumah tangga
melalui akad nikah tersebut bersifat langgeng.
Ada keharmonisan diantara suami isteri yang
saling mengasihi dan menyayangi sehingga masing-masing pihak merasa
damai dalam rumah
tangganya. Rumah tangga seperti inilah yang
diinginkan Islam, yakni rumah tangga sakinah,
mawaddah, dan rahmah.
Dalam Islam, asal-usul keluarga itu terbentuk dari perkawinan (laki-laki
dan perempuan) sebagai firman Allah dalam Q.S An-Nisaa ayat 1:
$pkr'¯»t
â¨$¨Z9$#
(#qà)®?$#
ãNä3/u
Ï%©!$#
/ä3s)n=s{
`ÏiB
<§øÿ¯R
;oyÏnºur
t,n=yzur
$pk÷]ÏB
$ygy_÷ry
£]t/ur
$uKåk÷]ÏB
Zw%y`Í
#ZÏWx.
[ä!$|¡ÎSur
4 (#qà)¨?$#ur
©!$#
Ï%©!$#
tbqä9uä!$|¡s?
¾ÏmÎ/
tP%tnöF{$#ur
4 ¨bÎ)
©!$#
tb%x.
öNä3øn=tæ
$Y6Ï%u
ÇÊÈ
“Hai
sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari
seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada
keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan
bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling
meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya
Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu”.
Asal-usul ini erat kaitannya
dengan aturan Islam bahwa dalam upaya pengembangbiakan keturunan manusia,
hendaklah dilakukan dengan perkawinan. Oleh sebab itu, pembentukan keluarga
diluar aturan perkawinan dianggap sebagai perbuatan dosa.[3]
Berkeluarga yang baik menurut Islam sangat menunjang untuk menuju kepada
kesejahteraan, termasuk dalam mencari rezeki Tuhan.[4] Demikian pula dari segi ketentuan bertambah dan berkesinambungannya
amal kebaikan sekarang, dengan berkeluarga akan dapat dipenuhi. Dengan
berkeluarga orang dapat mempunyai anak dan dari anak yang shaleh diharapkan
mendapatkan amal tambahan di samping amal-amal jariyah lainnya.[5]
Dalam berkeluarga, tentunya setiap anggota keluarga mempunyai hak dan
kewajiban masing masing. Ayah yang merupakan pemimpin keluarga sangat berperan
besar menjaga keutuhan keluarga, karena bertanggung jawab menafkahi anak dan
ibunya. Tanggung jawab yang amat besar yang dipikul oleh ayah tentunya tidak
bisa terlaksana apabila tidak ada dukungan dari anggota keluarga yang lainnya.
Selain dari ayah, peran ibu juga sangat penting dalam keluarga. Terutama
tanggung jawab dalam mendidik anaknya. Selain dari menidik anak, ibu juga
berperan aktif dalam mengurus segala keperluan rumah tangga. Tanggung jawab
yang amat besar yang harus dilaksanakan oleh ibu tentunya sebuah proses dalam
menjaga keutuhan keluarga. Kerjasama yang baik yang dilakukan oleh ayah dan ibu
tentunya dapat menciptakan keluarga yang harmonis.
Selain itu, Islam mewajibkan seorang suami memenuhi
hak istri dan juga kepada istri untuk memenuhi kewajibannya sebagai seorang
istri. Hak suami, yang merupakan kewajiban istri, terletak dalam ketaatannya,
menghormati keinginannya, dan mewujudkan kehidupan yang tenang dan damai
sebagaimana yang diinginkan. Hak dan kewajiban tersebut penting untuk
menjauhkan mereka berdua dari permusuhan sehingga kerukunan dalam rumah tangga
akan tercapai. Dasar hukum hak dan kewajiban suami isteri ini berdasarkan
firman Allah dalam al-Qur’an surat al-Baqarah/2:228
وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ ۚ وَلِلرِّجَالِ
عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ ۗ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
“Dan para wanita
mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. Akan
tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. Dan
Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”[6]
Salah satu bentuk hak dan kewajiban suami isteri
adalah perihal nafkah, karena nafkah adalah hak isteri dan
merupakan kewajiban suami. Disamping itu, seorang suami sebagai pemimpin dalam
keluarga tentunya memikul tanggung jawab yang besar terhadap keberlangsungan
hidup isteri dan anaknya. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang No.1 tahun 1974
dalam pasal 34 yang menyebutkan bahwa suami wajib melindungi isterinya dan
memberikan segala sesuatu keerluan hidup berumah tangga sesuai dengan
kemampuannya, disamping isterinya wajib mengatur urusan rumah tangga
sebaik-baiknya.
Namun, pada kenyataannya seringkali teori dan
kenyataan selalu tak sesuai. Seperti yang terjadi di Desa Jalatrang Kec.
Cipaku, seorang suami tidak bisa melaksanakan kewajibannya memeberi nafkah
kepada isterinya, melainkan sebaliknya isteri lah yang bekerja memenuhi kebutuhan
hidup rumah tangga dengan bekerja sebagai TKW di luar negeri. Di Desa ini peran
seorang isteri yang seharusnya mangatur urusan rumah tangga, malah menjadi
sosok pencari nafkah dan mengabaikan kewajibannya dalam urusan rumah tangga.
Tentunya ini akan berdampak pada pemenuhan hak dan kewajiban masing-masing,
disamping terlantarnya seorang anak tanpa ibu. Ada sebagian isteri yang menjadi
TKW di Desa Jalatrang dikarenakan suami tidak bisa memenuhi kebutuhan dan
keperluang rumah tangganya. Di samping itu, ada juga suami yang memang malas
untuk bekerja dan lebih memilih diam di rumah mengurus rumah tangga dan
anaknya. (wawancara dengan bapak agus selaku aparat desa Jalatrang)
Selain itu, banyak isteri yang mengeluh dan nekad
untuk pergi menjadi TKW meskipun tanpa izin suaminya. Ini semua karena sang
istri memang sudah tidak tahan dengan keadaan rumah tangganya yang serba
kekurangan. Oleh karena itu, mereka lebih memilih bekerja jadi TKW dan
mengabaikan kewajibannya dalam mendidik anak. Selain itu, ada juga yang
anak-anaknya di titipkan kepada orang tuanya dan suami hanya berdiam saja di
rumah. (wawancara dengan pak Apud selaku tokoh masyarakat Desa Jalatrang).
Berdasarkan permasalahan
tersebut, peneliti merasa perlu meneliti lebih mendalam mengenai kehidupan
keluarga TKW, terutama dalam memenuhi semua hak dan kewajiban. Maka, penelitian
ini akan di tuangkan dalam sebuah skripsi berjudul “Pelaksanaan
Hak Dan Kewajiban Dalam Keluarga (Studi Kasus
Pada Keluarga TKW Di Desa Jalatrang Kecamatan Cipaku Kabupaten Ciamis)”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang yang telah dipaparkan, ketertarikan lebih jauh untuk mengkaji
terkait pelaksanaan hak dan kewajiban dalam keluarga TKW. Maka peneliti dapat
merumuskan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:
1.
Bagaimana pelaksanaan hak dan kewajiban suami dan isteri pada
keluarga TKW di Desa Jaltrang Kecamatan
Cipaku Kabupaten Cipaku ?
2.
Bagaimana pandangan hukum Islam terhadap pelaksanaan hak dan
kewajiban suami isteri pada keluarga TKW di Desa Jalatrang Kecamatan Cipaku
Kabupaten Ciamis ?
C. Tujuan Penelitian
Setiap
penelitian yang dilakukan tentunya mempunyai tujuan. Adapun tujuan penelitian
ini adalah sebagai berikut:
1.
Untuk mengetahui mengenai pelaksanaan
hak dan kewajiban suami dan isteri pada keluarga TKW di Desa Jaltrang Kecamatan Cipaku Kabupaten Cipaku.
2.
Untuk mengetahui mengenai pandangan
hukum Islam terhadap pelaksanaan hak dan kewajiban suami isteri pada keluarga
TKW di Desa Jalatrang Kecamatan Cipaku Kabupaten Ciamis ?.
D. Kegunaan Penelitian
Pada
dasarnya, setiap penelitian harus mempunyai kegunaan bagi pemecahan masalah
yang diteliti. Untuk itu suatu penelitian setidaknya mampu memberikan manfaat
praktis bagi kehidupan masyarakat ataupun menjadi informasi bagi para akademisi
atas tidak relevan nya antara teori dan fakta. Kegunaan penelitian ini dapat
ditinjau dari dua segi yang saling berkaitan yakni dari segi teoritis dan segi
praktis. Dengan adanya penelitian ini penulis sangat berharap dapat memberikan
manfaat.
1.
Kegunaan Teoritis
Kegunaan secara teoritis pada penelitian ini sebagai
berikut:
a.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan solusi
dalam bidang hukum perkawinan Islam terutama mengenai pemenuhan hak anak oleh
suami yang istrinya menjadi TKW di luar negeri. Dengan demikian dapat menjadi
langkah awal bagi seorang peneliti untuk di teliti lebih dalam lagi perihal
tersebut.
b. Dapat dijadikan pedoman bagi para pihak atau
peneliti lain yang ingin mengkaji secara mendalam tentang hukum perkawinan
Islam khususnya terkait pemenuhan hak anak oleh ayah yang ibunya menjadi TKW di
luar negeri.
2.
Kegunaan Praktis
Kegunaan secara praktis
pada penelitian ini sebagai berikut:
1. Memberikan sumbangan pemikiran dibidang hukum pada
umumnya, dan khususnya tentang hukum perkawinan Islam terkait pemenuhan hak
anak oleh ayah yang ibunya menjadi TKW di luar negri.
2. Untuk memberikan masukan dan informasi bagi
masyarakat luas tentang hukum perkawinan Islam terkait pemenuhan hak anak oleh
ayah yang ibunya menjadi TKW di luar negri.
3. Hasil penelitian ini sebagai ilmu pengetahuan dan wawasan
bagi penulis, khususnya dibidang hukum perkawinan Islam.
E. Tinjauan Pustaka
Terdapat
beberapa penelitian terdahulu yang memiliki aspek kemiripan dalam beberapa
pembahasannya dengan penelitian ini khususnya dalam kedudukan kafaah dalam
perkawinan. Beberapa penelitian terdahulu yang dimaksud diantaranya adalah
sebagai berikut:
1.
Wafiq Turmudi (208301374) dengan judul“ Pelaksanaan Pemenuhan Nafkah
Keluarga oleh Istri Tenaga Kerja Wanita” memang objek nya sama yaitu keluarga
yang istrinya bekerja di luar negri. Akan tetapi, banyak perbedaan diantaranya
wilayah penelitiannya. Penelitian dari saudara Wafiq Turmudi lebih cenderung
pada hak dan kewajiban keluarga yang istrinya mencari nafkah di luar negri
serta dampak yang di timbulkan. Sedangkan penulis lebih cenderung pada tanggung
jawab orang tua dalam memenuhi hak-hak anak, serta tinjauan hukum Islam
terhadap pemenuhan hak anak oleh ayah ketika ditinggalkan ibunya bekerja ke
luar negeri. Dengan dasar inilah penulis tertarik untuk meneliti persoalan
tersebut dan menjadikannya sebuah informasi menarik bagi para pecinta disiplin
ilmu sebagai informasi terutama bagi para akademisi.
2.
Iwa Nawawi (1133010060) dengan judul penelitian
Pemenuhan Hak Anak Oleh Ayah Yang Ibunya Menjadi TKW Di Luar Negeri
Di Desa Jayi Kecamatan Sukahaji Kabupaten Majalengka. Memang objek nya sama yaitu keluarga yang istrinya bekerja di luar negri.
Akan tetapi, banyak perbedaan diantaranya wilayah penelitiannya. Penelitian
dari saudara Iwa Nawawi lebih cenderung pada hak dan kewajiban keluarga yang
istrinya mencari nafkah di luar negri terhadap anaknya. Sedangkan penulis lebih
cenderung pada tanggung jawab orang tua dalam memenuhi hak-hak anak, serta
tinjauan hukum Islam terhadap pemenuhan hak ayah ketika ditinggalkan ibunya
bekerja ke luar negeri. Dengan dasar inilah penulis tertarik untuk meneliti
persoalan tersebut dan menjadikannya sebuah informasi menarik bagi para pecinta
disiplin ilmu sebagai informasi terutama bagi para akademisi.
F. Kerangka Pemikiran
Sejatinya
manusia diciptakan oleh
Allah SWT bepasang-pasangan. Baik itu manusia hewan ataupun tumbuh-tumbuhan.
Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Yaasin
ayat 36:
z`»ysö6ß Ï%©!$# t,n=y{ ylºurøF{$# $yg¯=à2 $£JÏB àMÎ7/Yè? ÞÚöF{$# ô`ÏBur óOÎgÅ¡àÿRr& $£JÏBur w tbqßJn=ôèt ÇÌÏÈ
“Maha suci
Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang
ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka
ketahui.”[7]
Dengan adanya ikatan melalui sebuah perkawinan,
diharapkan mereka menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah dan rahmah.
Segaimana tujuan penikahan yang tecantum pada Kompilasi Hukum Islam Pasal 3
yaitu “Perkawinan betujuan mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah,
mawaddah dan rahmah”.
Hal tersebut dapat terwujud dengan membagi tugas diantara keduanya dan
melaksanakannya dengan baik. Seorang suami pada umumnya bertugas mencari nafkah
untuk memenuhi semua kebutuhan keluarganya. Sedangkan istri bertugas mengurus
rumah tangga serta mendidik anak-anaknya. Dengan adanya pembagian tugas
tersebut di harapkan dapat mewujudkan keluarga yang sakinah, mawaddah
dan rahmah.
Selain itu, terdapat dua hal mendasar yang berkaitan erat dengan
perkawinan yang dilakukan oleh manusia diantaranya[8]
1.
Dalam pernikahan terdapat kebulatan tekad diantara
kedua belah pihak untuk mengucapkan janji suci untuk menjadi pasangan suami
isteri;
2.
Dalam pernikahan terdapat penentuan hak dan
kewajiban suami isteri secara proporsional.
Pada dasarnya, hak dan kewajiban istri sama dengan hak dan kewajiban
suami kecuali tentang pemimpin dan hanya terpegang di tangan suami. Suami
mempunyai kelebihan satu derajat dari istri sebagaimana di terangkan dalam
firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 228:
ÉA$y_Ìh=Ï9ur £`Íkön=tã ×py_uy 3 ª!$#ur îÍtã îLìÅ3ym
“Akan tetapi Para suami,
mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya dan Allah Maha Perkasa
lagi Maha Bijaksana” (Al-Baqarah:228)[9]
Dalam ayat diatas, dijelaskan bahwa laki-laki adalah qowwamun
bagi perempuan, lantaran Allah melebihkan setengah mereka atas yang lain dan
lantaran laki-laki memberi nafkah dari pada hartanya. Kelebihan suami yakni
sebagai penjaga, pelindung, dan pemimpin bagi istrinya atau dengan kata lain
sebagai ketua yang bertanggung jawab dalam rumah tangga dan keluarganya, lain
dari pada itu hak-hak dan kewajiban sama dengan istrinya. Selain dari pada itu
juga suami berkewajiban memberi nafkah kepada istrinya, sebab ia berhak menjadi
pemimpin dan penjaga istrinya itu.
Dalam pendekatan Fungsionalisme –Struktural, peran suami secara
tradisional mempunyai tugas pergi ke luar rumah untuk mencari nafkah bagi
keluarganya dan sekaligus menjadi beban atas dasar bahwa suami sebagai kepala
keluarga, sehingga jika seorang istri yang menjalankan tugas suami maka akan
terjadi fungsi laten dalam keluarga yaitu fungsi yang tidak diharapkan dalam
keluarga yang akan mengakibatkan hilangnya pemenuhan kebutuhan dalam keluarga.[10]
Fungsi laten tersebut yang dapat mengakibatkan ketidaksingkronan fitrah
suami isteri di dalam sebuah keluarga. Dimana seorang suami yang seharusnya
mencari nafkah dan memenuhi semua kebutuhan rumah tangga berpindah tanggung
jawab untuk mengurus rumah tangga serta anak. Sedangkan seorang isteri yang
seharusnya mengurus rumah tangga serta anak berpindah tanggung jawab untuk
mencari nafkah dan memenuhi semua kebutuhan keluarganya.
Padahal di dalam Al-Qur’an telah di jelaskan bahwa seorang istri
bertanggung jawab mengurus rumah tangga serta anak-anaknya, sedangkan suami
bertanggung jawab mencari nafkah serta memenuhi semua kebutuhan keluarganya.
Sebagaimana di jelaskan di dalam surat al-Baqarah ayat 233:
ßNºt$Î!ºuqø9$#ur z`÷èÅÊöã £`èdy»s9÷rr& Èû÷,s!öqym Èû÷ün=ÏB%x. ( ô`yJÏ9 y#ur& br& ¨LÉêã sptã$|ʧ9$# 4 n?tãur Ïqä9öqpRùQ$# ¼ã&s! £`ßgè%øÍ £`åkèEuqó¡Ï.ur Å$rã÷èpRùQ$$Î/
“Dan Para ibu hendaklah
menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin
menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada
para ibu dengan cara ma'ruf.” (Al-Baqarah ayat 233)[11]
Dalam ayat di atas sudah jelas bahwasannya kewajiban dari seorang istri
adalah mengurus rumah tangga serta anak-anaknya, sedangkan seorang suami
bertugas memenuhi semua mencari nafkah serta memenuhi semua kebutuhan
keluarganya. hal tersebut sudah menjadi fitrah serta ketetapan Allah SWT.
Anak yang sejatinya merupakan anugerah yang diberikan oleh Allah SWT
tentunya merupakan tanggung jawab kedua orang tua untuk memeliha, menjaga serta
mendidiknya dengan baik. Karena setiap anak memiliki hak yang harus dipenuhi
oleh kedua orang tuanya. Jangan sampai kesibukan kedua orang tua untuk mencari
nafkah mengakibatkan kedua orang tua lalai untuk memelihara, menjaga serta
mendidik anaknya.
Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia telah
mencantumkan hak anak, pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawab orang tua,
keluarga, masyarakat, pemerintah, dan negara untuk memberikan perlindungan
terhadap anak. Undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan anak
telah menegaskan bahwa pertanggungjawaban orang tua, keluarga, masyarakat,
pemerintah dan negara merupakan rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara
terus menerus demi terlindunginya hak-hak dasar anak.[12]
Sedangkan di dalam hukum Islam orang tua wajib memelihara, mendidik
serta memenuhi semua kebutuhan anaknya. sebagaimana Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1974 tentang Perkawinan Pasal 45a di jelaskan bahwa “ kedua orang tua wajib
memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya”. Hal tersebut sebagai
bentuk perlindungan terhadap anak agar orang tua senantiasa menjaga, melindungi
serta mendidik anaknya dengan baik.
Hakekat perlindungan anak dalam Islam adalah penampakan kasih sayang,
yang di wujudkan kedalam pemenuhan hak dasar, dan pemberian perlindungan dari
tindakan kekerasan dan perbuatan diskriminasi. Jika demikian halnya,
perlindungan anak dalam Islam berarti menampakan apa yang dianugerahkan oleh
Allah SWT di dalam hati kedua orang tua yaitu berupa sentuhan cinta dan kasih
sayang terhadap anak dengan memenuhi semua kebutuhan hak-hak dasarnya sehingga
anak dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal serta
melindungi anak dari setiap tindakan kekerasan dan ketidakadilan atas dasar
menghormati dan memelihara harkat dan martabat anak sebagai anugerah dan amanah
dari Allah SWT.[13]
Perlindungan terhadap anak merupakan sesuatu yang amat diperhatikan oleh
Undang-undang sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya. Maka tidak dibenarkan
apabila orang tua dengan kesibukannya mencari nafkah sampai mengorbankan tidak
terpenuhinya hak-hak yang menjadi kewajiban orang tua terhadap anaknya,
terutama hak untuk hidup dan tumbuh kembang yang menjadi hak dasar seorang
anak.
G. Langkah-Langkah Penelitian
Langkah-langkah
penelitian secara garis besar mencakup; penentuan metode penelitian, penentuan
jenis data yang akan dikumpulkan, penentuan sumber data yang akan digali, cara
pengumpulan data yang akan digunakan, dan cara pengolahan dan analisis data
yang akan ditempuh.[14]
Dalam
penelitian ini, penulis akan menempuh prosedur penelitian yang meliputi metode
penelitian, jenis data dan sumber data, teknik pengumpulan data dan analisis
data.
1.
Metode Penelitian
Adapun
metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode Deskriptif. Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok
manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu
kelas peristiwa pada masa sekarang.[15] Dalam hal ini penulis berfokus meneliti tentang
pemenuhan hak anak oleh ayah yang ibunya menjadi TKW di luar negri di Desa Jalatrang
Kecamatan Cipaku Kabupaten Ciamis.
2.
Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian di lakukan di desa Desa Jalatrang Kecamatan Cipaku Kabupaten Ciamis. Adapun alasan penulis memilih lokasi tersebut
adalah :
a. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada
observasi terlihat bahwa banyaknya ibu rumah tangga yang bekerja menjadi Tenaga
Kerja Wanita (TKW) di desa tersebut.
b.
Adanya keterbukaan dari pihak keluarga yang menjadi Tenaga Kerja Wanita
(TKW) untuk di mintai informasi.
3.
Sumber Data
Data
yang digunakan dalam penelitian ini di klasifikasikan menjadi dua yaitu: Pertama,
sumber data primer adalah data yang di dapat dari tangan pertama yaitu ibu
kandung dari anak yang meninggal yang sekarang menjadi TKW, ataupun ayah
kandung yang setiap hari mengurusi anaknya yang meninggal di Desa Jalatrang Kecamatan Cipaku Kabupaten Ciamis yang di
peroleh dari hasil wawancara. Dengan menggunakan alat bantu meliputi pedoman
wawancara, media sosial (bagi TKW yang masih berada di luar negeri), serta
menggunakan alat perekam atau kertas dan ballpaint. Kedua, sumber
data sekunder yaitu segala informasi yang berkaitan dengan masalah penelitian
yang bersumber dari tangan kedua, seperti dari keluarga dari ibu dan ayah anak
yang meninggal RT, RW, Kepala Desa setempat.
4.
Jenis Data
Jenis data yang dikumpulkan dalam
penelitian ini berupa data kualitatif. Jenis data ini diperoleh dari berbagai
literatur maupun langsung dengan responden melalui wawancara secara langsung
dengan narasumber yang menjadi TKW ataupun dengan keluarga yang memiliki
informasi pemenuhan hak anak oleh ayah yang ibunya menjadi TKW di luar negri.
5.
Teknik Pengumpulan Data
Pada
umumnya pengumpulan data dapat dilakukan dengan beberapa metode, baik bersifat
alternatif maupun kumulatif yang saling melengkapi. Metode tersebut adalah
studi kepustakaan dan dokumentasi, wawancara (interview), penyebaran daftar
pertanyaan atau kuisioner dan pengamatan (observation).[16]
a.
Wawancara
Wawancara
merupakan suatu proses inteeraksi dan komunikasi. Dalam proses ini, hasil
wawancara ditentukan oleh beberapa faktor yang berinteraksi dan mempengaruhi
arus informasi. Faktor-faktor tersebut ialah: pewawancara, responden, topik
penelitian yang tertuang dalam daftar pertanyaan, dan situasi wawancara.[17] Dalam penelitian ini, yang menjadi objek yang akan di wawancara yaitu
keluarga TKW.
b.
Studi Kepustakaan
Yaitu, suatu cara
pengolahan data yang diambil dari berbagai literatur atau dari beberapa buku
yang ditulis oleh para ahli, agar sesuai dan mendapatkan landasan teoritis atas
masalah yang dikaji. Seperti buku, jurnal, serta sumber dari internet sebagai
penunjang untuk melengkapi data yang di butuhkan.
c.
Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam
penelitian ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a)
Mengumpulkan data (dokumen dan hasil wawancara) dan memisahkan daftar
pustaka (seperti Undang-undang, karya ilmiah, artikel, buku-buku dari para ahli
dan buku lain). Lalu mengumpulkan seluruh sumber yang didapat dari sumber
primer maupun sekunder.
b)
Setelah mengumpulkan data tersebut, maka langkah selanjutnya menganalisa
data yang sudah ada dengan kerangka pemikiran yang sudah dirumuskan.
c)
Kemudian, menarik kesimpulan dari data yang telah terkumpul sesuai
dengan pemabahasan serta tujuan penelitian dan menuangkan dalam sebuah skripsi
[1]
Al-Qur’an dan Terjemah As-Salam, 2014. Bandung :
Al-Mizan. Hal 14
[6]
Al-Qur’an dan Terjemah As-Salam, 2014. Bandung :
Al-Mizan.
[11]
Soenaryo, dkk, 1978. Al-Qur’an dan Terjemah
[12] Burhanuddin, 2009. Pemenuhan Hak-Hak Dasar Anak
Dalam Perspektif Islam. Jurnal Al-Syaksiyyah Volume 2 No. 2 Edisi
Januari-Juni 2009, h.
137
[14] Cik Hasan Bisri, 2001. Penuntun Penyusun Rencana
Penelitian dan Penulisan Skripsi. Cetakan ke-1, Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
[16] Cik Hasan Bisri, 2003. Penuntun Penyusunan Rencana Penelitian Dan
Penulisan Skripsi. Cet. II, Jakarta: Pt. RajaGrafindo Persada, hlm. 65-66.
[17] Masri Singarimbun dan Sofian Effendi.. Metode Penelitian Survai, (Jakarta:
LP3ES, 1989) Cetakan pertama, hlm 192.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar