Kamis, 27 Desember 2018

sekripsi izul


BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang Masalah

Perkawinan merupakan salah satu peristiwa yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat, sebab perkawinan itu tidak hanya menyangkut wanita dan pria bakal mempelai saja, tetapi juga orang tua kedua belah pihak, saudara-saudaranya, bahkan keluarga-keluarga mereka masing- masing.[1] Perkawinan mempunyai hubungan yang erat sekali  dengan  agama atau rohani, sehingga perkawinan bukan saja mempunyai unsur lahir atau jasmani, tetapi unsur bathin atau rokhani juga mempunyai peranan yang  penting dalam membentuk keluarga yang bahagia.[2]
Islam menginginkan pasangan suami isteri yang telah membina suatu rumah tangga melalui akad nikah tersebut bersifat langgeng.  Ada keharmonisan diantara suami isteri yang saling mengasihi dan menyayangi sehingga masing-masing pihak merasa damai  dalam  rumah  tangganya. Rumah tangga seperti inilah yang diinginkan Islam, yakni rumah tangga sakinah, mawaddah, dan rahmah.
Dalam Islam, asal-usul keluarga itu terbentuk dari perkawinan (laki-laki dan perempuan) sebagai firman Allah dalam Q.S An-Nisaa ayat 1:
$pkšr'¯»tƒ â¨$¨Z9$# (#qà)®?$# ãNä3­/u Ï%©!$# /ä3s)n=s{ `ÏiB <§øÿ¯R ;oyÏnºur t,n=yzur $pk÷]ÏB $ygy_÷ry £]t/ur $uKåk÷]ÏB Zw%y`Í #ZŽÏWx. [ä!$|¡ÎSur 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# Ï%©!$# tbqä9uä!$|¡s? ¾ÏmÎ/ tP%tnöF{$#ur 4 ¨bÎ) ©!$# tb%x. öNä3øn=tæ $Y6ŠÏ%u ÇÊÈ 
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu”.

 Asal-usul ini erat kaitannya dengan aturan Islam bahwa dalam upaya pengembangbiakan keturunan manusia, hendaklah dilakukan dengan perkawinan. Oleh sebab itu, pembentukan keluarga diluar aturan perkawinan dianggap sebagai perbuatan dosa.[3]
Berkeluarga yang baik menurut Islam sangat menunjang untuk menuju kepada kesejahteraan, termasuk dalam mencari rezeki Tuhan.[4] Demikian pula dari segi ketentuan bertambah dan berkesinambungannya amal kebaikan sekarang, dengan berkeluarga akan dapat dipenuhi. Dengan berkeluarga orang dapat mempunyai anak dan dari anak yang shaleh diharapkan mendapatkan amal tambahan di samping amal-amal jariyah lainnya.[5]
Dalam berkeluarga, tentunya setiap anggota keluarga mempunyai hak dan kewajiban masing masing. Ayah yang merupakan pemimpin keluarga sangat berperan besar menjaga keutuhan keluarga, karena bertanggung jawab menafkahi anak dan ibunya. Tanggung jawab yang amat besar yang dipikul oleh ayah tentunya tidak bisa terlaksana apabila tidak ada dukungan dari anggota keluarga yang lainnya.
Selain dari ayah, peran ibu juga sangat penting dalam keluarga. Terutama tanggung jawab dalam mendidik anaknya. Selain dari menidik anak, ibu juga berperan aktif dalam mengurus segala keperluan rumah tangga. Tanggung jawab yang amat besar yang harus dilaksanakan oleh ibu tentunya sebuah proses dalam menjaga keutuhan keluarga. Kerjasama yang baik yang dilakukan oleh ayah dan ibu tentunya dapat menciptakan keluarga yang harmonis.
Selain itu, Islam mewajibkan seorang suami memenuhi hak istri dan juga kepada istri untuk memenuhi kewajibannya sebagai seorang istri. Hak suami, yang merupakan kewajiban istri, terletak dalam ketaatannya, menghormati keinginannya, dan mewujudkan kehidupan yang tenang dan damai sebagaimana yang diinginkan. Hak dan kewajiban tersebut penting untuk menjauhkan mereka berdua dari permusuhan sehingga kerukunan dalam rumah tangga akan tercapai. Dasar hukum hak dan kewajiban suami isteri ini berdasarkan firman Allah dalam al-Qur’an surat al-Baqarah/2:228
وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ ۚ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ ۗ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”[6]
Salah satu bentuk hak dan kewajiban suami isteri adalah perihal nafkah, karena nafkah adalah hak isteri dan merupakan kewajiban suami. Disamping itu, seorang suami sebagai pemimpin dalam keluarga tentunya memikul tanggung jawab yang besar terhadap keberlangsungan hidup isteri dan anaknya. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang No.1 tahun 1974 dalam pasal 34 yang menyebutkan bahwa suami wajib melindungi isterinya dan memberikan segala sesuatu keerluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya, disamping isterinya wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya.
Namun, pada kenyataannya seringkali teori dan kenyataan selalu tak sesuai. Seperti yang terjadi di Desa Jalatrang Kec. Cipaku, seorang suami tidak bisa melaksanakan kewajibannya memeberi nafkah kepada isterinya, melainkan sebaliknya isteri lah yang bekerja memenuhi kebutuhan hidup rumah tangga dengan bekerja sebagai TKW di luar negeri. Di Desa ini peran seorang isteri yang seharusnya mangatur urusan rumah tangga, malah menjadi sosok pencari nafkah dan mengabaikan kewajibannya dalam urusan rumah tangga. Tentunya ini akan berdampak pada pemenuhan hak dan kewajiban masing-masing, disamping terlantarnya seorang anak tanpa ibu. Ada sebagian isteri yang menjadi TKW di Desa Jalatrang dikarenakan suami tidak bisa memenuhi kebutuhan dan keperluang rumah tangganya. Di samping itu, ada juga suami yang memang malas untuk bekerja dan lebih memilih diam di rumah mengurus rumah tangga dan anaknya. (wawancara dengan bapak agus selaku aparat desa Jalatrang)
Selain itu, banyak isteri yang mengeluh dan nekad untuk pergi menjadi TKW meskipun tanpa izin suaminya. Ini semua karena sang istri memang sudah tidak tahan dengan keadaan rumah tangganya yang serba kekurangan. Oleh karena itu, mereka lebih memilih bekerja jadi TKW dan mengabaikan kewajibannya dalam mendidik anak. Selain itu, ada juga yang anak-anaknya di titipkan kepada orang tuanya dan suami hanya berdiam saja di rumah. (wawancara dengan pak Apud selaku tokoh masyarakat Desa Jalatrang).
Berdasarkan permasalahan tersebut, peneliti merasa perlu meneliti lebih mendalam mengenai kehidupan keluarga TKW, terutama dalam memenuhi semua hak dan kewajiban. Maka, penelitian ini akan di tuangkan dalam sebuah skripsi berjudul “Pelaksanaan Hak Dan Kewajiban Dalam Keluarga (Studi Kasus Pada Keluarga TKW Di Desa Jalatrang Kecamatan Cipaku Kabupaten Ciamis)”.

B.  Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, ketertarikan lebih jauh untuk mengkaji terkait pelaksanaan hak dan kewajiban dalam keluarga TKW. Maka peneliti dapat merumuskan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:
1.   Bagaimana pelaksanaan hak dan kewajiban suami dan isteri pada keluarga TKW di Desa Jaltrang  Kecamatan Cipaku Kabupaten Cipaku ?
2.   Bagaimana pandangan hukum Islam terhadap pelaksanaan hak dan kewajiban suami isteri pada keluarga TKW di Desa Jalatrang Kecamatan Cipaku Kabupaten Ciamis ?

C.  Tujuan Penelitian

Setiap penelitian yang dilakukan tentunya mempunyai tujuan. Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.       Untuk mengetahui mengenai pelaksanaan hak dan kewajiban suami dan isteri pada keluarga TKW di Desa Jaltrang  Kecamatan Cipaku Kabupaten Cipaku.
2.       Untuk mengetahui mengenai pandangan hukum Islam terhadap pelaksanaan hak dan kewajiban suami isteri pada keluarga TKW di Desa Jalatrang Kecamatan Cipaku Kabupaten Ciamis ?.

D.  Kegunaan Penelitian

Pada dasarnya, setiap penelitian harus mempunyai kegunaan bagi pemecahan masalah yang diteliti. Untuk itu suatu penelitian setidaknya mampu memberikan manfaat praktis bagi kehidupan masyarakat ataupun menjadi informasi bagi para akademisi atas tidak relevan nya antara teori dan fakta. Kegunaan penelitian ini dapat ditinjau dari dua segi yang saling berkaitan yakni dari segi teoritis dan segi praktis. Dengan adanya penelitian ini penulis sangat berharap dapat memberikan manfaat.
1.       Kegunaan Teoritis
Kegunaan secara teoritis pada penelitian ini sebagai berikut:
a.        Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan solusi dalam bidang hukum perkawinan Islam terutama mengenai pemenuhan hak anak oleh suami yang istrinya menjadi TKW di luar negeri. Dengan demikian dapat menjadi langkah awal bagi seorang peneliti untuk di teliti lebih dalam lagi perihal tersebut. 
b.       Dapat dijadikan pedoman bagi para pihak atau peneliti lain yang ingin mengkaji secara mendalam tentang hukum perkawinan Islam khususnya terkait pemenuhan hak anak oleh ayah yang ibunya menjadi TKW di luar negeri.
2.       Kegunaan Praktis
Kegunaan secara praktis pada penelitian ini sebagai berikut:
1.       Memberikan sumbangan pemikiran dibidang hukum pada umumnya, dan khususnya tentang hukum perkawinan Islam terkait pemenuhan hak anak oleh ayah yang ibunya menjadi TKW di luar negri.
2.       Untuk memberikan masukan dan informasi bagi masyarakat luas tentang hukum perkawinan Islam terkait pemenuhan hak anak oleh ayah yang ibunya menjadi TKW di luar negri.
3.       Hasil penelitian ini sebagai ilmu pengetahuan dan wawasan bagi penulis, khususnya dibidang hukum perkawinan Islam.

E.  Tinjauan Pustaka

Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang memiliki aspek kemiripan dalam beberapa pembahasannya dengan penelitian ini khususnya dalam kedudukan kafaah dalam perkawinan. Beberapa penelitian terdahulu yang dimaksud diantaranya adalah sebagai berikut:
1.   Wafiq Turmudi (208301374) dengan judul“ Pelaksanaan Pemenuhan Nafkah Keluarga oleh Istri Tenaga Kerja Wanita” memang objek nya sama yaitu keluarga yang istrinya bekerja di luar negri. Akan tetapi, banyak perbedaan diantaranya wilayah penelitiannya. Penelitian dari saudara Wafiq Turmudi lebih cenderung pada hak dan kewajiban keluarga yang istrinya mencari nafkah di luar negri serta dampak yang di timbulkan. Sedangkan penulis lebih cenderung pada tanggung jawab orang tua dalam memenuhi hak-hak anak, serta tinjauan hukum Islam terhadap pemenuhan hak anak oleh ayah ketika ditinggalkan ibunya bekerja ke luar negeri. Dengan dasar inilah penulis tertarik untuk meneliti persoalan tersebut dan menjadikannya sebuah informasi menarik bagi para pecinta disiplin ilmu sebagai informasi terutama bagi para akademisi.
2.   Iwa Nawawi (1133010060) dengan judul penelitian Pemenuhan Hak Anak Oleh Ayah Yang Ibunya Menjadi TKW Di Luar Negeri Di Desa Jayi Kecamatan Sukahaji Kabupaten Majalengka. Memang objek nya sama yaitu keluarga yang istrinya bekerja di luar negri. Akan tetapi, banyak perbedaan diantaranya wilayah penelitiannya. Penelitian dari saudara Iwa Nawawi lebih cenderung pada hak dan kewajiban keluarga yang istrinya mencari nafkah di luar negri terhadap anaknya. Sedangkan penulis lebih cenderung pada tanggung jawab orang tua dalam memenuhi hak-hak anak, serta tinjauan hukum Islam terhadap pemenuhan hak ayah ketika ditinggalkan ibunya bekerja ke luar negeri. Dengan dasar inilah penulis tertarik untuk meneliti persoalan tersebut dan menjadikannya sebuah informasi menarik bagi para pecinta disiplin ilmu sebagai informasi terutama bagi para akademisi.

F.   Kerangka Pemikiran

Sejatinya manusia diciptakan oleh Allah SWT bepasang-pasangan. Baik itu manusia hewan ataupun tumbuh-tumbuhan. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Yaasin  ayat 36:
z`»ysö6ß Ï%©!$# t,n=y{ ylºurøF{$# $yg¯=à2 $£JÏB àMÎ7/Yè? ÞÚöF{$# ô`ÏBur óOÎgÅ¡àÿRr& $£JÏBur Ÿw tbqßJn=ôètƒ ÇÌÏÈ  
“Maha suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui.”[7]

Dengan adanya ikatan melalui sebuah perkawinan, diharapkan mereka menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah dan rahmah. Segaimana tujuan penikahan yang tecantum pada Kompilasi Hukum Islam Pasal 3 yaitu “Perkawinan betujuan mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah”.
Hal tersebut dapat terwujud dengan membagi tugas diantara keduanya dan melaksanakannya dengan baik. Seorang suami pada umumnya bertugas mencari nafkah untuk memenuhi semua kebutuhan keluarganya. Sedangkan istri bertugas mengurus rumah tangga serta mendidik anak-anaknya. Dengan adanya pembagian tugas tersebut di harapkan dapat mewujudkan keluarga yang sakinah, mawaddah dan rahmah.
Selain itu, terdapat dua hal mendasar yang berkaitan erat dengan perkawinan yang dilakukan oleh manusia diantaranya[8]
1.     Dalam pernikahan terdapat kebulatan tekad diantara kedua belah pihak untuk mengucapkan janji suci untuk menjadi pasangan suami isteri;
2.     Dalam pernikahan terdapat penentuan hak dan kewajiban suami isteri secara proporsional.
Pada dasarnya, hak dan kewajiban istri sama dengan hak dan kewajiban suami kecuali tentang pemimpin dan hanya terpegang di tangan suami. Suami mempunyai kelebihan satu derajat dari istri sebagaimana di terangkan dalam firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 228:
 ÉA$y_Ìh=Ï9ur £`ÍköŽn=tã ×py_uyŠ 3 ª!$#ur îƒÍtã îLìÅ3ym  
“Akan tetapi Para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (Al-Baqarah:228)[9]

Dalam ayat diatas, dijelaskan bahwa laki-laki adalah qowwamun bagi perempuan, lantaran Allah melebihkan setengah mereka atas yang lain dan lantaran laki-laki memberi nafkah dari pada hartanya. Kelebihan suami yakni sebagai penjaga, pelindung, dan pemimpin bagi istrinya atau dengan kata lain sebagai ketua yang bertanggung jawab dalam rumah tangga dan keluarganya, lain dari pada itu hak-hak dan kewajiban sama dengan istrinya. Selain dari pada itu juga suami berkewajiban memberi nafkah kepada istrinya, sebab ia berhak menjadi pemimpin dan penjaga istrinya itu.
Dalam pendekatan Fungsionalisme –Struktural, peran suami secara tradisional mempunyai tugas pergi ke luar rumah untuk mencari nafkah bagi keluarganya dan sekaligus menjadi beban atas dasar bahwa suami sebagai kepala keluarga, sehingga jika seorang istri yang menjalankan tugas suami maka akan terjadi fungsi laten dalam keluarga yaitu fungsi yang tidak diharapkan dalam keluarga yang akan mengakibatkan hilangnya pemenuhan kebutuhan dalam keluarga.[10]
Fungsi laten tersebut yang dapat mengakibatkan ketidaksingkronan fitrah suami isteri di dalam sebuah keluarga. Dimana seorang suami yang seharusnya mencari nafkah dan memenuhi semua kebutuhan rumah tangga berpindah tanggung jawab untuk mengurus rumah tangga serta anak. Sedangkan seorang isteri yang seharusnya mengurus rumah tangga serta anak berpindah tanggung jawab untuk mencari nafkah dan memenuhi semua kebutuhan keluarganya.
Padahal di dalam Al-Qur’an telah di jelaskan bahwa seorang istri bertanggung jawab mengurus rumah tangga serta anak-anaknya, sedangkan suami bertanggung jawab mencari nafkah serta memenuhi semua kebutuhan keluarganya. Sebagaimana di jelaskan di dalam surat al-Baqarah ayat 233:
 ßNºt$Î!ºuqø9$#ur z`÷èÅÊöãƒ £`èdy»s9÷rr& Èû÷,s!öqym Èû÷ün=ÏB%x. ( ô`yJÏ9 yŠ#ur& br& ¨LÉêムsptã$|ʧ9$# 4 n?tãur ÏŠqä9öqpRùQ$# ¼ã&s! £`ßgè%øÍ £`åkèEuqó¡Ï.ur Å$rã÷èpRùQ$$Î/
“Dan Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf.” (Al-Baqarah ayat 233)[11]

Dalam ayat di atas sudah jelas bahwasannya kewajiban dari seorang istri adalah mengurus rumah tangga serta anak-anaknya, sedangkan seorang suami bertugas memenuhi semua mencari nafkah serta memenuhi semua kebutuhan keluarganya. hal tersebut sudah menjadi fitrah serta ketetapan Allah SWT.
Anak yang sejatinya merupakan anugerah yang diberikan oleh Allah SWT tentunya merupakan tanggung jawab kedua orang tua untuk memeliha, menjaga serta mendidiknya dengan baik. Karena setiap anak memiliki hak yang harus dipenuhi oleh kedua orang tuanya. Jangan sampai kesibukan kedua orang tua untuk mencari nafkah mengakibatkan kedua orang tua lalai untuk memelihara, menjaga serta mendidik anaknya.
Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia telah mencantumkan hak anak, pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawab orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan negara untuk memberikan perlindungan terhadap anak. Undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan anak telah menegaskan bahwa pertanggungjawaban orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara merupakan rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara terus menerus demi terlindunginya hak-hak dasar anak.[12]
Sedangkan di dalam hukum Islam orang tua wajib memelihara, mendidik serta memenuhi semua kebutuhan anaknya. sebagaimana Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 45a di jelaskan bahwa “ kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya”. Hal tersebut sebagai bentuk perlindungan terhadap anak agar orang tua senantiasa menjaga, melindungi serta mendidik anaknya dengan baik.
Hakekat perlindungan anak dalam Islam adalah penampakan kasih sayang, yang di wujudkan kedalam pemenuhan hak dasar, dan pemberian perlindungan dari tindakan kekerasan dan perbuatan diskriminasi. Jika demikian halnya, perlindungan anak dalam Islam berarti menampakan apa yang dianugerahkan oleh Allah SWT di dalam hati kedua orang tua yaitu berupa sentuhan cinta dan kasih sayang terhadap anak dengan memenuhi semua kebutuhan hak-hak dasarnya sehingga anak dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal serta melindungi anak dari setiap tindakan kekerasan dan ketidakadilan atas dasar menghormati dan memelihara harkat dan martabat anak sebagai anugerah dan amanah dari Allah SWT.[13]
Perlindungan terhadap anak merupakan sesuatu yang amat diperhatikan oleh Undang-undang sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya. Maka tidak dibenarkan apabila orang tua dengan kesibukannya mencari nafkah sampai mengorbankan tidak terpenuhinya hak-hak yang menjadi kewajiban orang tua terhadap anaknya, terutama hak untuk hidup dan tumbuh kembang yang menjadi hak dasar seorang anak.

G. Langkah-Langkah Penelitian

Langkah-langkah penelitian secara garis besar mencakup; penentuan metode penelitian, penentuan jenis data yang akan dikumpulkan, penentuan sumber data yang akan digali, cara pengumpulan data yang akan digunakan, dan cara pengolahan dan analisis data yang akan ditempuh.[14]
Dalam penelitian ini, penulis akan menempuh prosedur penelitian yang meliputi metode penelitian, jenis data dan sumber data, teknik pengumpulan data dan analisis data.
1.       Metode Penelitian
Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode Deskriptif. Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang.[15] Dalam hal ini penulis berfokus meneliti tentang pemenuhan hak anak oleh ayah yang ibunya menjadi TKW di luar negri di Desa Jalatrang Kecamatan Cipaku Kabupaten Ciamis.
2.       Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian di lakukan di desa Desa Jalatrang Kecamatan Cipaku Kabupaten Ciamis. Adapun alasan penulis memilih lokasi tersebut adalah :
a.      Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada observasi terlihat bahwa banyaknya ibu rumah tangga yang bekerja menjadi Tenaga Kerja Wanita (TKW) di desa tersebut.
b.     Adanya keterbukaan dari pihak keluarga yang menjadi Tenaga Kerja Wanita (TKW) untuk di mintai informasi.
3.       Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini di klasifikasikan menjadi dua yaitu: Pertama, sumber data primer adalah data yang di dapat dari tangan pertama yaitu ibu kandung dari anak yang meninggal yang sekarang menjadi TKW, ataupun ayah kandung yang setiap hari mengurusi anaknya yang meninggal di Desa Jalatrang Kecamatan Cipaku Kabupaten Ciamis yang di peroleh dari hasil wawancara. Dengan menggunakan alat bantu meliputi pedoman wawancara, media sosial (bagi TKW yang masih berada di luar negeri), serta menggunakan alat perekam atau kertas dan ballpaint. Kedua, sumber data sekunder yaitu segala informasi yang berkaitan dengan masalah penelitian yang bersumber dari tangan kedua, seperti dari keluarga dari ibu dan ayah anak yang meninggal RT, RW, Kepala Desa setempat.
4.       Jenis Data
Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data kualitatif. Jenis data ini diperoleh dari berbagai literatur maupun langsung dengan responden melalui wawancara secara langsung dengan narasumber yang menjadi TKW ataupun dengan keluarga yang memiliki informasi pemenuhan hak anak oleh ayah yang ibunya menjadi TKW di luar negri.
5.       Teknik Pengumpulan Data
Pada umumnya pengumpulan data dapat dilakukan dengan beberapa metode, baik bersifat alternatif maupun kumulatif yang saling melengkapi. Metode tersebut adalah studi kepustakaan dan dokumentasi, wawancara (interview), penyebaran daftar pertanyaan atau kuisioner dan pengamatan (observation).[16]
a.       Wawancara
Wawancara merupakan suatu proses inteeraksi dan komunikasi. Dalam proses ini, hasil wawancara ditentukan oleh beberapa faktor yang berinteraksi dan mempengaruhi arus informasi. Faktor-faktor tersebut ialah: pewawancara, responden, topik penelitian yang tertuang dalam daftar pertanyaan, dan situasi wawancara.[17] Dalam penelitian ini, yang menjadi objek yang akan di wawancara yaitu keluarga TKW.
b.       Studi Kepustakaan
Yaitu, suatu cara pengolahan data yang diambil dari berbagai literatur atau dari beberapa buku yang ditulis oleh para ahli, agar sesuai dan mendapatkan landasan teoritis atas masalah yang dikaji. Seperti buku, jurnal, serta sumber dari internet sebagai penunjang untuk melengkapi data yang di butuhkan.
c.      Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a)     Mengumpulkan data (dokumen dan hasil wawancara) dan memisahkan daftar pustaka (seperti Undang-undang, karya ilmiah, artikel, buku-buku dari para ahli dan buku lain). Lalu mengumpulkan seluruh sumber yang didapat dari sumber primer maupun sekunder.
b)     Setelah mengumpulkan data tersebut, maka langkah selanjutnya menganalisa data yang sudah ada dengan kerangka pemikiran yang sudah dirumuskan.
c)     Kemudian, menarik kesimpulan dari data yang telah terkumpul sesuai dengan pemabahasan serta tujuan penelitian dan menuangkan dalam sebuah skripsi






[1] Al-Qur’an dan Terjemah As-Salam, 2014. Bandung : Al-Mizan. Hal 14
[2] Ramdani Wahyu,2000. Sosiologi Keluarga. hlm. 39.

Ibid, hlm. 14.
Ibid, hlm. 15-16.
[6] Al-Qur’an dan Terjemah As-Salam, 2014. Bandung : Al-Mizan.
[7] Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahan
[8] Mustofa Hasan, 2011. Pengantar Hukum Keluarga. Bandung: CV Pustaka Setia, h. 15.
[9] Soenaryo, dkk, 1978. Al-Qur’an dan Terjemah
[10] Ramdani Wahyu,2000. Sosiologi Keluarga, h. 218.
[11] Soenaryo, dkk, 1978. Al-Qur’an dan Terjemah
[12] Burhanuddin, 2009. Pemenuhan Hak-Hak Dasar Anak Dalam Perspektif Islam. Jurnal Al-Syaksiyyah Volume 2 No. 2 Edisi Januari-Juni 2009, h. 137
[13] Ibid, h. 138.
[14] Cik Hasan Bisri, 2001. Penuntun Penyusun Rencana Penelitian dan Penulisan Skripsi. Cetakan ke-1, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
[15] Nazir, 2013. Metode Penelitian. Cet VIII, Bogor: Ghalia Indonesia, hlm. 43.
[16] Cik Hasan Bisri, 2003. Penuntun Penyusunan Rencana Penelitian Dan Penulisan Skripsi. Cet. II, Jakarta: Pt. RajaGrafindo Persada, hlm. 65-66.
[17] Masri Singarimbun dan Sofian Effendi.. Metode Penelitian Survai, (Jakarta: LP3ES, 1989) Cetakan pertama, hlm 192.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar